Rabu, 30 Maret 2011

SIMALUNGUN

 Asal-usul

Terdapat berbagai sumber mengenai asal usul Suku Simalungun, tetapi sebagian besar menceritakan bahwa nenek moyang Suku Simalungun berasal dari luar Indonesia.
Kedatangan ini terbagi dalam 2 gelombang [1]:
Gelombang pertama (Simalungun Proto ), diperkirakan datang dari Nagore (India Selatan) dan pegunungan Assam (India Timur) di sekitar abad ke-5, menyusuri Myanmar, ke Siam dan Malaka untuk selanjutnya menyeberang ke Sumatera Timur dan mendirikan kerajaan Nagur dari Raja dinasti Damanik.

Gelombang kedua (Simalungun Deutero), datang dari suku-suku di sekitar Simalungun yang bertetangga dengan suku asli Simalungun.

Pada gelombang Proto Simalungun di atas, Tuan Taralamsyah Saragih menceritakan bahwa rombongan yang terdiri dari keturunan dari 4 Raja-raja besar dari Siam dan India ini bergerak dari Sumatera Timur ke daerah Aceh, Langkat, daerah Bangun Purba, hingga ke Bandar Kalifah sampai Batubara.

Kemudian mereka didesak oleh suku setempat hingga bergerak ke daerah pinggiran danau Toba dan Samosir.

Pustaha Parpandanan Na Bolag (pustaka Simalungun kuno) mengisahkan bahwa Parpandanan Na Bolag (cikal bakal daerah Simalungun) merupakan kerajaan tertua di Sumatera Timur yang wilayahnya bermula dari Jayu (pesisir Selat Malaka) hingga ke Toba. Sebagian sumber lain menyebutkan bahwa wilayahnya meliputi Gayo dan Alas di Aceh hingga perbatasan sungai Rokan di Riau.

Kini, di Kabupaten Simalungun sendiri, Akibat derasnya imigrasi, suku Simalungun hanya menjadi mayoritas di daerah Simalungun Atas.
[sunting]
Kehidupan masyarakat Simalungun

Peta pembagian kecamatan Kabupaten Simalungun ke dalam Simalungun Atas dan Simalungun Bawah.[2][3]

Sistem mata pencaharian orang Simalungun yaitu bercocok tanam dengan padi dan jagung, karena padi adalah makanan pokok sehari-hari dan jagung adalah makanan tambahan jika hasil padi tidak mencukupi. Jual-beli diadakan dengan barter, bahasa yang dipakai adalah bahasa dialek. "Marga" memegang peranan penting dalam soal adat Simalungun. Jika dibandingkan dengan keadaan Simalungun dengan suku Batak yang lainnya sudah jauh berbeda.
[sunting]
Sistem Politik

Pada masa sebelum Belanda masuk ke Simalungun, suku ini terbagi ke dalam 7 daerah yang terdiri dari 4 Kerajaan dan 3 Partuanan.[4]

Kerajaan tersebut adalah:
Siantar (menandatangani surat tunduk pada belanda tanggal 23 Oktober 1889, SK No.25)
Panei (Januari 1904, SK No.6)
Dolok Silou
Tanoh Djawa (8 Juni 1891, SK No.21)

Sedangkan Partuanan (dipimpin oleh seseorang yang bergelar "tuan") tersebut terdiri atas:
Raya (Januari 1904, SK No.6)
Purba
Silimakuta

Kerajaan-kerajaan tersebut memerintah secara swaparaja. Setelah Belanda datang maka ketiga Partuanan tersebut dijadikan sebagai Kerajaan yang berdiri sendiri secara sah dan dipersatukan dalam Onderafdeeling Simalungun.

Dengan Beslit tanggal 24 April 1906 nomor 1 kemudian diperkuat lagi dengan Besluit tanggal 22 Januari 1908 nomor 57, Raja Siantar Sang Nahualu dinyatakan dijatuhkan dari tahtanya selaku Raja Siantar oleh pemerintah Hindia Belanda. Pemerintahan kerajaan Siantar, menunggu akil baligh Tuan Kodim dipimpin oleh suatu Dewan Kerajaan terdiri dari Tuan Marihat, Tuan Sidamanik dan diketuai oleh Kontelir Simalungun.

Setelah dibuangnya Raja Siantar Sang Naualuh dan Perdana Menterinya Bah Bolak oleh Belanda dalam tahun 1906 ke Bengkalis, maka sudah ratalah kini jalan untuk memaksakan Dewan Kerajaan Siantar yang diketuai Kontelir Belanda itu dan dibentuklah Besluit tanggal 29-7-1907 nomor 254 untuk membuat Pernyataan Pendek (Korte Verklaring) takluknya Siantar kepada Pemerintah Hindia Belanda. Dari isi surat-surat dokumen Belanda dapatlah direka yang tersirat bahwa dimakzulkannya dari tahta Siantar Tuan Sang Nahualu dan dibuangnya ia bersama perdana menterinya Bah Bollak ke Bengkalis 1906, adalah terutama karena background : Ia bersama hampir seluruh Orang-orang Besar Kerajaan Siantar adalah anti penjajahan Belanda; bahwa merembesnya propaganda Islam ke Simalungun khususnya dan Tanah Batak umumnya tidaklah disenangi oleh penjajah Belanda.

Pada 16 Oktober 1907 oleh Tuan Torialam (Tuan Marihat) dan Tuan Riah Hata (Tuan Sidamanik), melalui Verklaring (Surat Ikrar), dinyatakan tunduk kepada Belanda.

Dalam butir satu dari Verklaring yang memakai aksara Arab Melayu dengan Bahasa Melayu dan aksara Latin dengan Bahasa Belanda itu, tertulis, “

Ten eerste: dat het landschap Siantar een gedeelte uitmaakt van Nederlandsch Indie en derhalve staat onder de heerschappij van Nederland..” (Pertama: bahwa wilayah Siantar merupakan bagian dari Hindia Belanda dan karena itu berada di bawah kerajaan Belanda…). Masih ditambahkan bahwa akan setia kepada Ratu Belanda dan Gubernur Jenderal.

Sejak Surat Ikrar Torialam dari Marihat dan Riah Hata dari Sidamanik itu, Kerajaan Siantar akhirnya di bawah pengawasan Belanda. Belanda kemudian menobatkan putra Sang Naualuh bukan dari permaisuri, yang masih teramat muda, Tuan Riah Kadim menjadi raja pengganti. Tuhan Riah Kadim yang masih polos itu kemudian diserahkan Belanda kepada Pendeta Zending Guillaume di Purba. Pada Tahun 1916, Tuhan Riah Kadim diubah namanya menjadi Waldemar Tuan Naga Huta dan diakui Belanda sebagai Raja.( Suntingan dari Muhar Omtatok , Erond Damanik dan Juandaha Raya Purba Dasuha).


Selain 3 partuanan yang tersebut atas masih terdapat beberapa partuaan yang lain antara lain:
Parbalogan (tuan parbalogan op.Dja Saip Saragih Napitu) yang wilayahnya dari parmahanan hingga ke tigaras
Si Tahan Batoe Toean Van Si Polha , Si Riakadi Toean Van Manik Si Polha , Toean Dolok Sumurung Bandar Sipolha dan Toean Pulo Bosar Sipolha , Tuan Kalabosar ( Dolok Maraja Sipolha ), Tuan Paraloangin ( Jambur Na Bolag Sipolha ), Tuan Parangsangbosi ( Paribuan Sipolha ) semua Keturunan Raja Naposo Damanik. Salah satu Keturunan Si Tahan Batoe Toean Van Si Polha adalah Toean Humala Sahkuda Damanik ( Hutabolon Sipolha ) orang tua dari: Tuan Djapurba Damanik, Tuan Djabagus Damanik, Tuan Djabanten Damanik, mantan Bupati Kabupaten Simalungun, Tuan Djahormat Damanik, Mora br.Damanik, Mayun br. Damanik.
Si Riakadi Toean Van Manik Si Polha / Toean Markadim / Nai Simin , salah satu keturunannya , adalah Tuan Paraloangin Damanik ( Tuan Jambur Na Bolag Sipolha ) dengan laweinya Radja Israel Sinaga Prapat dari Parapat adalah Prof.DR SC Reynold Kamrol Damanik ( USU ) , Prof DR David Tumpal Damanik ( USA ) , Cand.DR Daulat Damanik MA. ( Jerman ).
Sipintu angin (tuan op.S.Saragih Turnip) merupakan orang tua dari Saragih Ras. Yang hingga kini tugunya (tugu hoda bottar)masih terlihat di Perbatasan Panatapan Ds.Tigaras


DENGAN KORT VERKLARING, 16 OKTOBER 1907, BELANDA MEMBAGI KERAJAAN SIANTAR MENJADI 37 PERBAPAAN dan tuan SAUADIM, DAMANIK KE XV, PERBAPAAN DARI BANDAR diangkat BELANDA MENJADI RAJA SIANTAR yang berakhir sampai tahun Revolusi Simalungun 1946.
Si Saoeadim , Toean Van Bandar
Si Badjandin , Toean Van Bandar Poelau
Si Kani , Toean Van Bandar Bajoe
Si Djamin , pemangkoe Van Toean Negeri Bandar
Si Mia , Toean Van Si Malangoe
Si Kama , Roumah Suah
Si Bisara , Nagodang
Si Djommaihat , Toean Kahaha
Si Djarainta , Toean Boentoe
Si Djandioeroeng , Toean Dolok Siantar
Si Silim , Toean Van Bandar Sakoeda
Si Djontahali , Toean Van Mariah Bandar
Si Rimmahala , Toean Van Naga Bandar
Si Kadim , Toean Van Bandar Tonga
Si Tongma , Bah Bolak Van Pematang Siantar
Si Naman , Toean Van Lingga
Si Djaha , Toean Van Bangoen
Si Djibang , Toean Van Dolok Malela
Si Djandiain , Toean Van Silo Bajoe
Si Lampot , Toean Van Djorlang Hataran
Si Djanji-arim , Toean Van Maligas Bandar
Si Djadi , Toean Van Sakuda
Si Radjawan , Toean Van Gunung Maligas
Si Djaoelak , Toean Van Tamboen
Si Tahan Batoe , Toean Van Si Polha
Si Riakadi , Toean Van Manik Si Polha
Si Ganjang , Toean Van Repa
Si Djoinghata , Toean Van Pagar Batoe
Si Djaingot , Toean Van Si Lampoeyang
Si Djaoeroeng , Toean Van Gadjing
Si Mahata , Toean anggi Van Sidapmanik
Si Bandar , Toean Manik Hataran
Si Takkang , Toean Van Tamboen Rea
Si Rian , Toean Van Manik Maradja
Si Marihat , Toean Van Perbalogan
Si Pinggan , Toean Van Hoeta Bajoe
Si Djoegmahita , Toean Van Manggoetoer

dll.

Partuanan-partuanan ini tidak pernah tunduk kepada pemerintahan Belanda saat itu, di daerah dilakukan perlawanan perlawanan kecil secara bergerilya

Sumber & bagian lainnya :klik disini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar