Minggu, 30 Januari 2011

Museum simalungun,museum pertama di Sumatera Utara kini terlantar

SIANTAR-METRO; Museum Simalungun di Jalan Sudirman Pematangsiantar merupakan museum pertama yang dibangun di Sumatera Utara (Sumut). Namun peninggalan sejarah itu justru telantar, bahkan koleksinya banyak hilang. 

(f:metro/fahmi)
Museum Simalungun.
Hal itu disampaikan peneliti Pusat Studi Sejarah dan Ilmu Sosial Lembaga Penelitian Universitas Negeri Medan (Pussis-Unimed), Erond Damanik kepada METRO, Jumat (28/1). Erond menyesalkan kondisi museum yang memrihatinkan, yang secara tidak langsung mempertontonkan lembaga pemangku adat Simalungun tidak memberikan perhatian serius terhadap keberadaan museum tersebut, termasuk Pemkab Simalungun dan Pemko Pematangsiantar.
Diceritakan Erond, Museum Simalungun yang dirancang Yan Kaduk Saragih dan Dr Voorhoeve mulai dibangun 10 April 1939, dan selesai 18 Oktober 1939. Museum tersebut diresmikan 30 April 1940. “Kedua perancang mengambil contoh lopou rumah bolon tiang halang atau rumah adat dengan pilar bertindih,” ujarnya.
Lalu maket bangunan diserahkan kepada Residen Sumatera Timur tanggal 2 Januari 1939, untuk kemudian dilakukan pembangunan oleh Locale Water. 
“Pembangunannya bermula dari disertasi yang dibuat Dr ANJ TH Van Der Hoop dengan Judul ‘Megalitich Remains in South Sumatera’. Dibuat sekitar tahun 1932,” kenang Erond.
Dilanjutkannya, atas dasar maket yag dibuat perancang, Konselir GL Tichelman  melakukan penelitian di daerah Simalungun dengan mengundang Tujuh Raja (Raja Na Pitu).
Penelitian diawali ‘Kerapatan Nabolon’ (Sidang Raya), 5 September 1935. Kemudian menghunjuk Tuan Madja Purba yang ketika itu menjabat Kepala Manteri Algemene Dienst, untuk menginventarisasi temuan dan mengunjungi daerah-daerah yang dinyatakan memiliki megalitik. Salah satu peninggalan berharga adalah Archa Silapalapa, dan peninggalan ini dipindahkan ke Rijks Museum Amsterdam pada tahun 1938. 
Tahun 1919, Tideman menulis buku “Simeloengoen Het Land Der Timoer-Bataks in Zijn Vroegere Isolatie en Zijn Ontwikkeling Tot Een Deel van Het Cultuurgebied van de Ooskust van Sumatra’. Buku yang terbit tahun 1921 itu mengurai monografi alam, manusia, dan kebudayaan Simalungun, serta 38 arca peninggalan tradisi megalitik di Simalungun, yang digali di Buttu Parsaturan (Bukit Catur) Kerajaan Nagur.
Menurut Erond, tahun 1937 pemerintah Belanda mengangkat Voorhoeve menjadi “Taal Ambtenaar” untuk menyelidiki dan mempelajari kebudayaan Simalungun. Juga diangkat sebagai penasehat Museum Simalungun, dan bertugas hingga tahun 1941. 
Untuk mengisi koleksi museum, tujuh kerajaan di Simalungun diminta memberikan sumbangan koleksi, seperti pustaha, peralatan, perhiasan emas dan perak, pakaian tradisional, dan patung batu untuk dipajang.
Merujuk aspek historis itu, Museum Simalungun memiliki nilai historis tinggi. Di samping menjadi prestise nilai lebih bagi etnik Simalungun, juga merupakan museum pertama di Sumut. Namun saat ini kondisinya sangat memrihatinkan. Apalagi banyak koleksinya raib.
Erond mengungkapkan, Museum Simalungun seharusnya mendapatkan perhatian serius dari Partuha Maujana Simalungun (PMS) dan Pemkab Simalungun serta Pemko Pematangsiantar. (mag-01)

sumber berita:disini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar